My Blog List

Sep 24, 2013

Dia Selalu Hadir

“Tidak, tidak! Aku tidak mau! Pokoknya aku tidak mau!” mimpi itu terus menyerangku setiap malam. Dan aku selalu mengigau hal yang sama. Kalau bukan Bibi yang membangunkan ku, aku akan semakin ketakutan. sekujur tubuhku telah basah oleh keringat.
          “Non, non tidak apa – apa kan?” demikian Tanya bibi setelah ia membangunkan aku. “Ya bi, aku tidak apa – apa. Makasi.” “apa Non mimpi hal yang sama lagi?”
          Aku tidak menjawab pertanyaan Bibi. Aku meninggalkan Bibi dan membasahi seluruh tubuhku dengan air dalam kamar mandi. Setelah aku tenang, aku membenahi diriku dan bersiap untuk berangkat ke sekolah.
          Bundaku sudah tidak ada, maka Bibi lah yang membantu aku. Meskipun dia hanyalah seorang pemnbantu rumah tangga, namun dia sudah ku anggap sebagai bunda ku sendiri.
          Konsentrasi ku terpecah, tak satu pun pelajaran masuk di kepalaku. Bahkan ketika salah seorang guru menegurku, aku tak mendengarnya. “hey kamu, untuk apa kamu ke sekolah! Untuk melamunkah? Orang tua mu kaya ya jadi kamu anggap tidak penting belajar!” kata – kata guruku yang pedas itu pun keluar dari mulutnya.
          “maaf Pak, saya lagi kurang enak badan.” Aku mencoba mencari alasan, namun ia tidak menerimanya. Emosinya semakin memuncak. “keluar kamu dari kelas saya!!! Kalau kamu sakit, nggak usah masuk sekalian! Saya tidak suka dengan orang yang suka berbohong!!!” aku pun diusir dari kelas itu.
          Untung nya itu adalah jam terkahir di sekolah ku, jadi aku memutuskan untuk pulang. Setiba di rumah aku pu berlari sambil menangis dan membanting pintu kamar.
          Bibi yang saat itu sedang masak terkejut, ia segera mematikan kompor dan melihat kondisi ku di kamar. “non kenapa, ada yang bisa bibi Bantu?” aku hanya diam membisu.
          Kata – kata ku tidak bisa keluar, aku hanya bisa menangis tersedu – sedu di dekapan kasihnya. Dia pun tetap di situ menemani aku sampai aku tertidur karena lelah menangis.
          Waktu telah menunjukkan pukul 2 siang, dengan kasih seorang ibu Bibi membangunkan aku untuk makan siang. Aku bergegas cuci muka dan mengganti seragam ku dengan kaos kesayangan ku.
          Masakan Bibi tak kalah jauh dengan masakan almarhum bunda aku, jadi aku makan dengan lahapnya. “Non, istirahat aja lagi, kelihatannya Non masih lelah.” Demikian Bibi memberi saran kepada ku setelah aku menghabiskan makanan ku.
          Aku kembali ke kamar tidur ku, berbaring sambil memandangi langit – langit kamar ku memikirkan kejadian yang aku alami tadi. Tanpa terasa aku pun tertidur.
          “Tidak, aku tidak mau dengan kamu!! Jangan ganggu aku, pergi kamu! Pergi!” lagi – lagi aku bermimpi buruk seperti itu dan sekali lagi Bibi lah yang membangunkan aku.
          “Non, sebenarnya ada apa? Apa yang telah terjadi, kenapa non selalu memimpikan hal itu?” aku hanya diam, aku belum bisa menceritakannya kepada siapa pun, termasuk ayah ku.
          Hampir di setiap tidurku aku memimpikan itu. Aku takut dia mengirimkan pelet ke aku. Tapi apa mungkin zaman sekarang, yang sudah modern ini pelet dan hal semacam nya masih berlaku?
          Hal itu tidak pernah habis aku pikirkan. Suatu ketika aku sudah tidak tahan dengan semua ini, aku memberanikan diri untuk bercerita kepada ayahku.
          Aku katakan kejadian yang sebenarnya, bahwa ada seorang cowok yang mengejar – ngejar aku, tapi aku menolak cintanya. Cowok itu pernah memaksa aku untuk melakukan hubungan terlarang, namun aku berhasil kabur dan sejak saat itu dia terus mengganggu aku.
          Di saat aku sendiri, saat aku makan, saat aku nonton, saat aku membaca, di setiap kegiatanku bayangannya selalu hadir. aku sudah mencoba untuk mengalihkan ke hal – hal yang lain, tapi tetap saja tidak bisa. Sekarang dia selalu datang dalam tidurku dan selalu mengatakan bahwa dia akan terus menggangguku dan akan mendapatkan aku dengan cara apapun. Dia akan membuat ku tergila – gila padanya. Aku takut.
          Ayah dan Bibi yang mendengarkan pengakuan ku menjadi gelisah, mereka turut sedih dan prihatin. Mereka sangat, sangat ingin membantuku. Tapi sangat disayangkan mereka tidak tahu bagaimana caranya.
          Aku pun mulai berputus asa, aku sudah tidak tahan, aku hampir gila dibuatnya. Aku selalu menyebut – nyebut namanya dalam tidurku, aku merindukannya, aku ingin bertemu dengannya. Dalam pikiran ku hanya ada dia.
          Sekolahku mulai terganggu, aku sudah jarang masuk, makan ku tidak teratur, dan aku malas melakukan apapun. Ayah ku mulai ikut menangis melihat kondisi aku, anaknya yang seperti ini. Terlebih lagi Bibi yang sangat menyayangi aku seperti ia menyayangi anaknya yang telah lama meninggal.
          Aku, ayah dan Bibi tidak tahu lagi apa yang akan terjadi selanjutnya pada diriku. Aku tidak tahu Apakah benar aku kena pelet dan apa benar kata – kata dan ancamannya telah ia lakukan. Aku ingin mati rasanya. Aku tidak tahan. Aku ingin semua ini berakhir. Aku berharap ada seseorang yang akan melepaskanku dari bayang – bayang dia.

0 comments:

Post a Comment

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More